Selasa, 09 Desember 2014

Semangkuk Bubur Dedak



Cerita Budi Pekerti

Semangkuk Bubur Dedak

Pada masa Dinasti Ming, hiduplah seorang wanita yang bermarga Wang (Wang Shi), yang merupakan istri dari Xia Cheng-ming, merupakan penduduk Wuxi, Jiangsu, dia sangat rajin, bersahaja, jujur dan tulus, juga sangat berbakti pada mertua laki-laki dan mertua perempuannya, merupakan seorang menantu perempuan yang sulit ditemukan.

Keluarga Xia merupakan keluarga petani yang miskin, kehidupan mereka sangat susah. Suatu tahun terjadi bencana kelaparan, tanaman padi gagal panen, kehidupan makin susah. Kebetulan suaminya sedang berpergian ke tempat yang jauh, maka itu beban berat keluarga harus dipikul Wang Shi seorang diri. Bahan makanan di rumah sudah hampir kandas, Wang Shi merasa amat cemas, juga tidak tega melihat kedua mertuanya yang sudah lansia menderita kelaparan.

Maka itu Wang Shi amat giat menenun, berharap mendapat sedikit uang untuk menghidupi kedua mertuanya. Tetapi dengan terjadinya bencana kelaparan, uang hasil menenun kain, juga tidak mencukupi, maka dia memutuskan untuk lebih rajin lagi. Setiap malam, dia akan menenun hingga tengah malam baru beristirahat, dan sebelum fajar menyingsing, dia sudah mulai menenun lagi. Kadang kala karena kelelahan dia tertidur di atas mesin tenunnya, setelah bangun dia kembali menenun lagi. Dengan ketekunannya, dia berharap dapat menjual kain hasil tenunnya untuk memperoleh sedikit uang.

Setelah berhasil mendapatkan uang, dia segera membuatkan makanan lezat buat kedua mertuanya, tetapi pada saat bencana kelaparan begini sulit untuk membeli beras dan mi, biasanya bila dapat makan sejenis kentang manis, sudah merupakan kesempatan yang sulit diperoleh. Maka itu bila ada sedikit beras maka diusahakan untuk memasak bubur, menyajikannya buat kedua mertuanya.

Wang Shi sendiri tidak rela mencicipi bubur nasi tersebut meskipun hanya sesendok saja, bahkan kentang manis juga tidak rela dicicipinya, seluruhnya diperuntukkan buat kedua mertuanya. Andaikata kain hasil tenunnya tidak dapat dijual dengan harga lumayan, maka Wang Shi akan lebih giat menenun, takkan membiarkan kedua mertuanya harus menahan rasa lapar, mengerahkan segenap kemampuannya agar kedua mertuanya dapat makan lebih baik, melewati bencana kelaparan ini.

Oleh karena setiap waktu makan tiba, Wang Shi akan membiarkan kedua mertuanya makan terlebih dulu, bahkan menanti hingga kedua mertuanya selesai makan, barulah dia mulai makan. Maka itu kedua mertuanya tidak tahu bahwa Wang Shi tidak pernah rela menyantap hidangan yang ada, mereka selalu beranggapan bahwa apa yang mereka makan adalah serupa dengan apa yang disantap oleh menantunya. Karena setiap kali mertuanya bertanya, Wang Shi selalu bilang bahwa di dalam panci masih ada sisa makanan, jadi dirinya masih ada jatah makanan.  

Sesungguhnya, sehabis membersihkan mangkuk dan sumpit kedua mertuanya, Wang Shi akan sendirian di dapur mengambil sisa makanan yang biasa dipakai untuk menyuapi babi, yakni kulit padi, lalu dimasaknya jadi bubur. Kadang kala dia akan naik ke gunung memetik sayuran liar, atau ke danau yang berdekatan dengan rumahnya, mengorek tanaman air yang sulit ditelan, lalu memasaknya dengan kulit padi dan sayuran liar menjadi bubur untuk mengganjal perut.

Bubur begini begitu sulit ditelan, namun dapat mengganjal rasa lapar, Wang Shi telah merasa amat puas, Hanya saja dengan menu kulit padi dan sayuran liar yang dimasak jadi bubur untuk mengganjal perut, tidak ada sekalipun Wang Shi dapat makan dengan kenyang. Sedangkan setiap hari dia harus melakukan banyak pekerjaan, selain menenun, juga harus mengurus rumah, juga harus menjaga kedua mertuanya, karena itu, dia sering kelaparan hingga kepalanya jadi pusing, tubuhnya tidak cukup kuat. Namun meskipun demikian, Wang Shi sama sekali tidak pernah mengeluh, tetap tekun menyelesaikan semua pekerjaan rumah dan mendukung keluarga, malam hari menenun dan mengerahkan segenap kemampuan untuk menjaga kedua mertuanya.

Wang Shi sengaja merahasiakan dari kedua mertuanya tentang menu makanannya adalah kulit padi dan sayuran liar, dia khawatir bila mertuanya mengetahui hal ini, mereka akan jadi tak ikhlas, maka itu dia makan dengan bersembunyi di dapur. Suatu hari mendadak mertua perempuannya masuk ke dalam dapur, ketika melihat menantunya, dia hendak memanggilnya, namun tiba-tiba mulutnya terkunci ketika melihat Wang Shi menunduk meneguk bubur kulit padi dan sayuran liar!

Melihat ini mertua perempuannya amat tercengang, tidak mengetahui bahwa selama ini menantunya tidak makan nasi yang setiap hari dipersiapkan buat mereka, dan malah diam-diam di dapur makan bubur kulit padi dan sayuran liar. Maka itu air matanya tak tertahankan lagi jatuh berlinang membasahi wajahnya.

Kemudian mertua perempuan memberitahukan hal ini kepada mertua laki-laki, mertua laki-laki juga merasa menantunya ini sungguh sulit diperoleh. Maka itu, mereka memutuskan untuk selanjutnya makan agak sedikit, sehingga dapat menyisakan buat menantunya, atau boleh meringankan sedikit beban menantunya.

Kemudian ketika Wang Shi melihat kedua mertuanya selalu makan sedikit, menjadi khawatir bila masakannya tidak sesuai selera sehingga kedua mertuanya tidak menghabiskannya, atau mereka sedang tidak enak badan sehingga tidak berselera. Maka itu dia bertanya pada kedua mertuanya : “Ayah, bunda, kenapa kalian tidak menghabiskan makanan yang disajikan, apakah tidak sesuai selera? Bagaimana kalau ananda memasak yang lebih istimewa lagi buat kalian?”

Mertua perempuannya menjawab : ”Kami sudah kenyang, sisanya kamu yang habiskan saja”.

Wang Shi cepat-cepat menjawab : “Di panci masih ada! Sebentar lagi saya baru makan, kalian harus makan sampai kenyang”.

Mertua laki-lakinya menghela nafas panjang, lalu berkata : “Kamu jangan lagi membohongi kami, mana ada?  Sejak awal tahun, kami juga tahu bahwa kentang manis ini sulit diperoleh. Kamu jangan lagi makan kulit padi dan sayuran liar, meskipun makan sedikit namun kami takkan kelaparan”.

Maka itu kedua mertuanya bersikeras menyisakan makanan buat Wang Shi. Melihat hal ini Wang Shi jadi berlinangan air mata, menasehati kedua mertuanya : “Menjaga kalian adalah kewajibanku sebagai menantu, kalian malah tidak makan sampai kenyang, jika kesehatan kalian jadi terganggu, bagaimana? Andaikata hal ini sampai terjadi, maka ini adalah kesalahan menantu. Meskipun setiap hari saya makan kulit padi dan sayuran liar, namun kesehatanku masih bagus. Tetapi kesehatan kalian berdua tidak baik, bagaimana boleh menahan lapar? Makan sedikit, tubuh jadi tak kuat, jika suamiku pulang, melihat kalian berdua jadi kurus, bagaimana dia bisa tega? Mohon ayahbunda harus makan sampai kenyang, ini juga merupakan bentuk perhatian dari saya dan suami!”

Kedua mertua melihat menantunya begitu berbakti, tanpa disadari air mata mereka mulai berlinang, karena tidak tega melihat kekhawatiran menantunya, maka itu menuruti kehendak sang menantu, setiap kali menyantap habis seluruh makanan yang disediakan menantunya. Dan selanjutnya, Wang Shi lebih seksama dalam menjaga kedua mertuanya, memberikan mereka makanan terbaik. Sementara dirinya sendiri, masih tetap makan kulit padi dan sayuran liar untuk mengganjal perut melewati hari demi hari. Akhirnya dibawah jerih payah Wang Shi, seluruh keluarga berhasil melewati masa bencana kelaparan.

Tidak lama kemudian suaminya pulang rumah, kehidupan perlahan menjadi baik. Kemudian Wang Shi tetap tekun bekerja, bersama suaminya mereka berbakti pada ayahbunda. Setiap kali jika ada makanan yang lezat, maka Wang Shi akan terlebih dulu menyajikan buat kedua mertuanya, dan setiap kali tiba waktu makan, dia akan membiarkan kedua mertuanya selesai menyantap, barulah dia mulai makan. Dia mengerahkan segenap kemampuan untuk memberikan apa yang terbaik buat kedua mertuanya, sehingga mereka dapat melewati hari tuanya dengan damai. Demikianlah dia menjaga kedua mertuanya hingga mereka meninggal dunia.

Wang Shi begitu menghormati dan menjaga seniornya, dia sendiri hidup hingga usia lebih dari 80 tahun barulah meninggal dunia. Saat menjelang ajal, wajahnya penuh kedamaian, tidak menderita sakit sama sekali. Kemudian anggota keluarganya bermimpi melihat ada orang yang memegang panji-panji, memainkan alat musik, dengan penuh sukacita menjemput Wang Shi naik ke Surga. Keluarganya merasa sangat bersukacita.

Setelah Wang Shi meninggal dunia, di dusunnya ada seorang kandidat peserta ujian sarjana, karakternya sangat baik, setelah mendengar tentang kabar meninggalnya Wang Shi, dia jadi sangat menghormati Wang Shi. Maka itu setiap kali dia melewati depan rumah Wang Shi, dia pasti akan berhenti sejenak, lalu memberikan penghormatan sebanyak tiga kali.                       






夏王糟糠

明朝的時候,有一位夏誠明的妻子王氏,是無錫地方人,她為人勤勞樸實,又很孝敬長輩,是一位難得的好媳婦。

夏家是貧苦的農戶人家,生活很拮据。後來,遇上荒年,田裡顆粒無收,生活更加艱苦。恰逢丈夫出了遠門,於是家庭的重擔,完全落在了夏王氏一人的身上。眼看著家裡連吃的東西都快沒有了,夏王氏心中很是懮慮,卻又不忍二老挨餓。

因此,夏王氏很勤苦地紡織,希望以此賺些錢來奉養公婆。但遇上荒年,紡織所賣的錢也不多,夏王氏便比平常更加勤苦地勞作。每晚,她都紡織到半夜纔肯休息,而天未亮時,她又起來繼續紡織。有時,因為太累太睏乏了,她趴在織布機上便睡著了,醒來後,又繼續紡織。如此勤苦勞作,只希望能多紡些紗織些布來賣錢。

等紡織賣了錢之後,夏王氏就極儘可能地為公婆做上好一點兒的飯食。但在荒年裡,很難買到米麵,平常若能吃到蕃薯一類的食物,已經難能可貴了。於是有一點米時,僅能煮一些清清的稀粥,奉養二老。夏王氏自己是不捨得喝一口的,就連蕃薯,也不忍吃上一點,全都留給公公婆婆。若是紡織賣不得好價錢,夏王氏就更努力紡織,不希望讓公婆挨餓,儘自己所能讓公婆吃得好一些,度過飢荒。

由於每次用飯,夏王氏都是先奉侍公婆,並且等公婆吃完後,她纔開始吃。因此,公公與婆婆都不知道夏王氏原來都吃不上這些食物,也一直以為,她和自己吃的一樣。因為每每公公婆婆問夏王氏時,夏王氏總是說鍋裡還有剩的,自己有得吃。

其實,等整理完公婆吃完的碗筷後,夏王氏纔獨自在廚房裡,取一些原本用來喂豬的米糠,煮粥吃。時而,她會從山上挖些野菜,或是到附近的湖中,撈一些勉強能下咽的水生植物,與米糠和在一起,煮一點米糠野菜粥來充飢。

這樣的粥,味道難以下咽,但能緩解飢餓,夏王氏便很滿足了。只是,每一餐夏王氏都靠著這米糠野菜來充飢,沒有一餐能吃得飽。而她每天還要做很多事,除了紡織以外,也整理家裡內外,還要照顧公公婆婆,因此,常常餓得頭昏眼花,體力不支。可就算這樣,夏王氏也沒有絲毫抱怨,依然勤勞地操持家務,夜以繼日紡紗織布,儘可能照料公公婆婆。

夏王氏為不讓公婆知道自己吃米糠野菜,擔心老人家掛心,便獨自在廚房裡吃。一天,她的婆婆偶然走到廚房裡來,看到她,正想喊她時,卻發現夏王氏正低著頭,喝著手中一碗米糠野菜粥!

婆婆看了,心裡頭不由一陣驚詫,不知媳婦每天給自己做好的飯食,而她竟獨自靜悄悄地吃這些米糠、野菜。於是,禁不住就掉下了眼淚。

後來,婆婆告訴了公公,公公也感到媳婦特別艱難。因此,他們都想在以後的日子裡,儘量少吃一些,可以剩一些給媳婦吃,或者,也可以減輕一下媳婦的負擔。

然而,當夏王氏看到公公婆婆飯吃得少時,不由得就擔心起來,不知道是不是做得不好,使公婆不愛吃,又或是他們身體不好,吃不下。因此,關心地問公公婆婆說:「爹、娘,你們怎麼不吃了,是不是不好吃啊?要不,媳婦再去做一點別的給你們吃?」

婆婆便對媳婦說:「我們都吃飽了,剩下這些你吃吧。」

夏王氏忙說:「鍋裡還有呢!我一會兒再吃,你們一定要吃飽啊。」

公公嘆了口氣說:「你就不要再騙我們了,哪裡還有啊?這個年頭,我們也知道,連一個蕃薯都難找。你也就別再吃那米糠野菜了,我們少吃一點,餓不了的。」

於是,都堅決不肯再吃,一定要留給夏王氏。夏王氏看了,不由得跪了下來,流著眼淚,勸公公婆婆說:「照顧你們,是媳婦的責任,你們是若吃不飽,餓壞了身體可怎麼是好?如果那樣,就真是媳婦的罪過了。媳婦雖然每天吃米糠野菜,但身體還很好。可是您二老本來身體就不好,怎麼能再挨餓呢?吃得少了,體力不堪,等相公回來,看到爹娘瘦了或是虛弱了,他又怎麼忍心呢?請爹娘一定要吃飽纔是,這也是我與相公的一份心啊!」

公婆看到媳婦如此孝順,不由感動得直掉眼淚,因為不忍媳婦再操心,也只好依著媳婦,每餐依舊吃下她細心準備的飯食。而此後,夏王氏更加盡心照顧公婆,給他們辦好飯食。而自己,仍然只肯吃米糠野菜來充飢度日。終於,在夏王氏的辛苦勞作下,一家人度過了飢荒。

不久以後,丈夫回來了,生活漸漸有所好轉。然而,夏王氏依然很勤苦地勞作,同丈夫一起孝養雙親。每逢遇到好吃的東西,夏王氏總是先奉養給公婆,而每餐,她也必定要等公婆用完餐後纔開始吃。若是遇上公婆喜歡吃的,或是需要的,夏王氏便會盡力辦置,盡她的心力,奉侍好兩位長輩,讓他們能安享晚年。這樣,一直照顧到他們過世。

夏王氏如此尊重、照顧長輩,她自己也活到了八十多歲的高齡纔去世。在她去世前,面貌很安詳,沒有一點兒病苦。後來,家里人還做了夢,恍恍惚惚見到有人打著旗,奏著樂,很歡喜地迎接夏王氏昇天去了。家人因此都感到很特別地驚奇、喜悅。
在夏王氏去世後,同鄉里有一位貢生,品德很好,聽聞了夏王氏孝養公婆的事後,對夏王氏很敬重。於是,他每次經過夏王氏的家門口時,必定要停下來,畢恭畢敬對著夏家門口鞠三個躬,表示對夏王氏的尊敬。