Jumat, 07 November 2014

Ting-jian Membersihkan Kotoran



Cerita Budi Pekerti

Ting-jian Membersihkan Kotoran

Pada masa Dinasti Song ada seorang pujangga besar yang bernama Huang Ting-jian (1045-1105). Dia adalah penduduk Kabupaten Ning di Qingyang, Gansu.

Sejak kecil Huang Ting-jian sudah berbakti pada ayahbunda. Dalam berbakti pada ayahbunda, tak peduli hal yang sekecil apapun juga akan diselesaikannya dengan baik, tidak pernah mengabaikannya. Huang Ting-jian sejak kecil sudah suka belajar, dalam usia 23 tahun memperoleh gelar sarjana muda. Kemudian dia diangkat menjadi pejabat kekaisaran. Huang Ting-jian bukan hanya telah mengabdikan sepanjang hidupnya untuk kekaisaran, namun juga telah menciptakan berkah buat rakyat banyak, bahkan menfokuskan diri mengembangkan pendidikan budi pekerti, meninggalkan banyak karya yang tidak awam buat generasi selanjutnya.  

Ketika masih menjabat sebagai pejabat tinggi, Huang Ting-jian selalu sibuk dalam menjalani tugasnya. Meskipun di rumahnya ada pelayan, namun tanpa mengenal lelah, dia tetap seperti dulu, merawat sendiri ibundanya hingga hal-hal sekecilnya, tidak pernah malas dan lalai. Setiap hari pulang dari kerja, dia pasti akan mendampingi ibundanya, sambil memperhatikan keperluan ibundanya, bahkan mencurahkan segenap kemampuan untuk menjaga dan merawat ibundanya, sehingga ibunda merasa amat bersukacita.

Ibunda memiliki tabiat yakni suka kebersihan, oleh karena pada jaman itu belum ada kamar mandi di dalam kamar tidur, maka itu orang tempo dulu pada malam hari akan menyediakan pot jamban di dalam kamar tidurnya. Agar ibunda yang telah lanjut usia senantiasa merasa nyaman, Huang Ting-jian takkan membiarkan pelayan yang membersihkan pot jamban tersebut, namun dia sendiri yang turun tangan membersihkannya, setiap hari dia melakukan hal serupa, menyikat pot jamban ibunda hingga bersih, sepuluh tahun bagaikan sehari, tak pernah terputus.

Tindakan Huang Ting-jian mengundang rasa heran dari sebagian orang yang tidak memahaminya. Pernah suatu kali ada orang yang bertanya pada Huang Ting-jian : “Status anda sebagai seorang pejabat tinggi kekaisaran, juga memiliki banyak pelayan di rumah, mengapa harus turun tangan sendiri melakukan pekerjaan sepele begitu, bahkan juga melakukan pekerjaan rendahan menyikat sendiri pot jamban ibundamu?” 

Huang Ting-jian menjawab : “Berbakti pada ayahbunda adalah kewajiban dasarku, sama sekali tidak berkaitan dengan status dan kedudukanku, mana boleh menyuruh pelayan untuk mewakiliku? Lagi pula berbakti pada ayahbunda adalah mengalir keluar dari sifat alami sebagai ungkapan ketulusan dan rasa terima kasih pada ayahbunda, mana boleh ada perbedaan derajat tinggi dan rendahan?”

Ketulusan hati bakti Huang Ting-jian dan moralitasnya yang tebal, bukan hanya sebagai pejabat dengan segenap hati membalas budi kekaisaran, mengabdi pada rakyat, namun bersamaan itu pula dia telah menyempurnakan kemampuannya di bidang seni kaligrafi dan sastra. Secara diam-diam dia telah mewujudkan teladan moralitas dari para insan suci dan bijak, dengan hasil karyanya dia mempengaruhi generasi selanjutnya.

Hasil karyanya disebarluaskan oleh istana ke empat penjuru, karya puisinya mengalir dari sifat alaminya, sehingga setelah membacanya orang akan merasakan sesuatu yang alami. Pujangga seperti Su Dong-po (1037-1101, pujangga Dinasti Song) pernah memujinya : puisi karya Huang Ting-jian takkan pudar dimakan waktu.     

Sejak jaman dulu hingga sekarang, di atas hingga pemimpin negara dan ke bawah hingga rakyat biasa, adalah dengan berbakti pada ayahbunda sebagai akar untuk membina diri dan menegakkan etika moral. Kini seiring dengan perubahan hidup yang mengejar kepuasan materi, semua orang akan mengambil alasan “sibuk”, dan terlampau mengandalkan materi yang sedang dinikmatinya, kemudian malah mengabaikan kewajiban dasar yang seharusnya diwujudkan oleh diri sendiri sebagai putra dan putri, bahkan menjadikan wujud bakti itu sebagai sesuatu yang bisa “diwakilkan” oleh pembantu.

Renungkanlah dengan pikiran jernih, ketika kita menggunakan setumpuk uang atau pelayan, untuk mewakili kita berbakti pada ayahbunda sebagai kewajiban dasar kita sendiri, apakah pernah terpikir : Andaikata saat kita masih kecil, ayahbunda juga menggunakan uang dan pembantu untuk mewakili perhatian dan kasih sayangnya kepada kita, apakah hari ini kita akan memiliki jiwa dan raga yang sedemikian sehat?

Dengan mengenang tempo dulu dan merenungkan masa sekarang, Huang Ting-jian dapat meneladani kebajikan para insan suci dan bijak terdahulu, tidak terpengaruh oleh lingkungan luar, dengan ketulusan hati berbakti pada ayahbunda, percaya bahwa kita hari ini juga dapat melakukannya, mengerahkan segenap kemampuan untuk mengamalkan ajaran bakti, memberikan hari tua yang penuh kedamaian dan kebahagiaan kepada ayahbunda.

Di dalam “Klasik Bakti”, Konfusius berkata : Anak berbakti dalam menjaga ayahbundanya, pada waktu keseharian, seharusnya dengan hati yang penuh hormat merawatnya, dalam hal makanan dan minuman haruslah lebih mencermatinya; saat menjaga dan merawat ayahbunda kerahkan segenap usaha agar ayahbunda merasa bersukacita, menuruti dan jangan membantah; saat ayahbunda jatuh sakit, dengan hati yang paling khawatir untuk menjaga mereka; saat ayahbunda meninggal dunia, dengan hati yang paling sedih untuk mengurus upacara perkabungan; saat menyembahyanginya, dengan hati yang paling serius untuk menyembahyanginya. Bila kelima poin tersebut dapat dilakukan keseluruhannya, barulah dikategorikan sebagai telah menunaikan tanggung jawab untuk menjaga dan merawat ayahbunda”. Dapat dilihat bahwa dalam hal berbakti pada ayahbunda tidak membedakan besar dan kecil, hanya keluar dari rasa hormat yang muncul dari dasar hati, barulah dapat melakukannya dengan sempurna.      

“Andaikata akar mendapat siraman air, ranting dedaunan bunga dan buah pasti akan tumbuh rindang”, ini adalah kebenaran yang alami. Andaikata dapat membiarkan kehidupan dan karir kita bagaikan akar mendapat siraman air, ranting dedaunan bunga dan buah pasti akan tumbuh rindang, kesuksesan yang berlimpah-limpah, hanya dengan memulainya dengan berbakti dan menyayangi akar kehidupan kita yakni ayahbunda dan para leluhur, dengan penuh ketulusan hati untuk mulai melakukannya.      




庭堅滌穢

宋朝的時候,有一個大詩人叫「黃庭堅」,表字「魯直」,別號「山谷」,還有個別號叫「雙井老人」。他是洪州分寧縣人。

黃庭堅自幼孝順父母。對於奉事父母之事,無論大小,他都會認真努力做好,從來沒有推辭拒絕過。黃庭堅從小也十分勤奮好學,二十三歲時就考中了進士。元佑年間,他又做了「太史」官。黃庭堅一生不僅為官服務朝廷,造福天下百姓,而且還專心致力道德學問,以非凡的文學藝術造詣為後世留下許多著作。

黃庭堅做「太史」時,公務十分繁忙。雖然家裡也有僕人,而他卻不辭勞苦,依舊親自來照顧母親的生活點滴,從不懈怠。每天忙完公事回來,他一定會親自陪在母親的身邊,以便時時感受母親各方面的身心需要,並且親力親為地精心侍候著母親,事事力爭都達到母親的歡喜滿意。

母親有特別愛衛生的習慣,因為那時候的房子裡沒有衛生間,所以人們為了夜裡方便如廁,通常都準備一個應急的便桶。黃庭堅為了保證讓年邁的母親身心安穩,避免因為僕人的衛生清潔達不到母親的滿意,而導致母親心生煩惱,他就堅持每天親自為母親刷洗便桶,數十年如一日,從不間斷。

黃庭堅的做法曾引起了一些人的好奇和不理解。有一次,有人問黃庭堅:「您身為高貴的朝廷命官,又有那麼多的僕人,為什麼要親自來做這些雜細的事務,甚至還親手做刷洗母親便桶這樣卑賤的事情呢?」

黃庭堅回答說:「孝順父母是我的本分事,同自己的身份地位沒有任何關係,怎能讓僕人去代勞呢?再說孝敬父母的事情,是出自一個人對父母至誠感恩的天性,又怎麼會有高貴與卑賤的分別呢?」

黃庭堅至誠的孝心及中肯敦厚的品行,不僅為官時一心報效朝廷,服務百姓,同時也通過他書法和文學等才藝上的成就,向世人無聲地彰顯著聖賢人的德行風範,在潛移默化之中,用他的作品影響著後人。

他的書法中宮緊收、四緣發散,體現著內方外圓的處世之道。他的詩文出自本性流露,使人讀後有「渾然天成」之感。詩人蘇東坡曾經贊嘆他說:黃庭堅的詩可謂「獨立萬物之表」。意思是說:他的詩可以屹立於文壇,萬世都不滅其光。

自古以來,上至國家君王,下到平民百姓,都是以孝敬父母為修身立德的根本。今天隨著客觀物質環境的發展變化,人們往往因為所謂的「繁忙」,而過多依賴自己所擁有的外在物質條件,進而取代自己為人子女應盡的本分,甚至將孝道「代理」出去。

冷靜思維,當我們用大把的鈔票或傭人,取代我們孝敬父母的本分時,可曾想到:倘若父母在我們小的時候,也用鈔票和傭人來將對我們的那份慈愛與呵護代理出去,今天的我們會不會有如此健康的身心呢?

憶古思今,黃庭堅能夠傚法古聖先賢的德行,不受外界環境影響,做到恪盡子道,至誠孝事父母,相信今天的我們,同樣能夠曲承親意,力行孝道,給父母一個安康幸福的晚年。

孔子在《孝經》中說:「孝子之事親也,居則致其敬,養則致其樂,病則致其懮,喪則致其哀,祭則致其嚴。五者備矣,然後能事親。」可見,孝敬父母之事不分大小,唯有出自本心的恭敬,方能做得圓滿。

「若根得水,枝葉花果悉皆繁茂」這是自然的大道。若讓我們的生活事業都能枝繁葉茂、碩果纍纍,惟有從孝愛我們的生命之根——父母祖先,誠心誠意地做起。