Minggu, 30 November 2014

Jiang Shi Mengusir Istri 02



Cerita Budi Pekerti

Jiang Shi Mengusir Istri

Bagian 2

Pang Shi meminjam mesin tenun Ibu Tua, siang malam menenun kain dan dijual ke pasar untuk memperoleh sedikit uang. Lalu membeli makanan yang lezat dan meminta Ibu Tua untuk membawa makanan tersebut pulang ke rumah buat mertuanya, juga berpesan agar Ibu Tua menyampaikan bahwa makanan lezat itu adalah pemberian Ibu Tua.

Ibu Tua setiap hari mengantarkan makanan lezat buat mertua Pang Shi, lama kelamaan sang mertua merasa curiga, lalu bertanya terus menerus tanpa henti, akhirnya Ibu Tua terpaksa menceritakan kebenarannya. Setelah mengetahui kejelasannya, mertua Pang Shi mulai menyesali perbuatannya, lalu meminta putranya untuk menjemput menantunya pulang rumah.

Hari itu mentari bersinar cerah, angin dan mentari tampak cantik. Pang Shi berdandan serapi mungkin, Jiang Shi akan menjemputnya pulang rumah, senyuman mertua telah menantinya, anaknya melompat kegembiraan, semuanya berbahagia. Para tetangga dan penduduk dusun menyaksikan hal ini, semuanya menyatakan kekagumannya.

Sejak itu, Jiang Shi dan istrinya lebih berbakti pada ibunda, keluarga kembali pada masa lalu yang harmonis dan bahagia. Oleh karena pekerjaan rumah yang sibuk, kadang kala anak mereka juga menggantikan Pang Shi pergi mengambil air di sungai. Nasib manusia tiada yang bisa meramalnya, suatu kali ketika anak itu sedang mengambil air di sungai, tiba-tiba banjir datang, tubuhnya hanyut dan tenggelam.

Jiang Shi dan istrinya amat bersedih, hati mereka bagaikan tersayat pisau. Lalu dalam menghadapi mertuanya yang sudah tua renta, wajah mereka tidak mungkin tidak memperlihatkan keceriaan, tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya telah terjadi, takut sang nenek tidak mampu menerima pukulan ini.  Setiap kali dia menanyakan cucunya, mereka akan berbohong bahwa buah hati mereka sedang sekolah di luar, untuk sementara tidak bisa pulang ke rumah.

Hari demi hari berlalu, Ibunda Jiang mengkhawatirkan sisa hidupnya tidak berapa lama lagi, selalu ingin makan ikan, meskipun keadaan keluarga miskin, namun Jiang Shi dan istrinya setiap hari membanting tulang agar memperoleh penghasilan yang cukup membeli ikan buat ibunda. Lalu Ibunda Jiang merindukan tetangganya Ibu Tua, suami istri selalu mengundang Ibu tua untuk menemani sang bunda makan ikan, supaya ibunda merasa senang.

Suatu hari angin bertiup kencang, petir mengelegar dan kilat menyambar, hujan turun semalaman. Esok harinya ketika Pang Shi melewati halaman rumah, tiba-tiba dia melihat ada sebuah lubang yang besarnya seperti ember, air tersembur keluar dari sumber mata air. Di samping sumber mata air terdapat dua ekor ikan yang masih hidup dan lincah. Pang Shi mencoba mencicipi air tersebut, rasanya tidak berbeda dengan air yang dia ambil di sungai yang jauhnya enam atau tujuh li dari rumahnya. Mungkin Langit tersentuh oleh hati bakti mereka, sejak itu setiap pagi sumber air itu akan menyemburkan air dan memunculkan dua ekor ikan, untuk dipersembahkan kepada Jiang Shi dan istrinya, untuk berbakti pada ibunda. Tidak lama kemudian mata ibunda juga sembuh seperti sedia kala.

Pada saat itu terjadi gejolak di dalam masyarakat, para petani juga ikut memberontak. Prajurit Alis Merah melewati Dusun Xun, pemimpin kelompok bandit itu mendengar kisah tentang bakti Jiang Shi dan istrinya, berulang-ulang berpesan pada bawahannya : “Semuanya jangan bertindak sembarangan, jangan sampai membuat putra berbakti jadi ketakutan, jangan sampai membuat Langit menjadi murka, maka ini sungguh merupakan ketidakberuntungan!”  

Maka itu, mereka juga menitipkan bungkusan yang berisi beras, mie dan persediaan makanan lainnya ditaruh secara diam-diam di depan rumah Jiang Shi. Jiang Shi dan istrinya menganggap itu adalah harta yang tidak halal maka menguburnya ke dalam tanah. Pada era kekacauan dimana pembunuhan dan pembakaran terjadi dimana-mana, Dusun Xun yang dihuni oleh Jiang Shi malah tidak mengalami dampak akibat peperangan dan kekacauan.

Saat itu masyarakat menggalakkan agar pemerintah memilih pejabat dari putra berbakti, lalu Jiang Shi direkomendasi menjadi kandidat pejabat. Sikap bakti Jiang Shi dan istrinya kemudian tersebar hingga ke istana, kaisar juga ikut terharu, lalu mengeluarkan titah mengangkat Jiang Shi jadi pejabat. Tidak lama kemudian Pang Shi melahirkan seorang putra, seluruh anggota keluarga hidup dalam suasana bahagia. Kemudian Jiang Shi ditugaskan ke Jiangyang menjadi bupati, daerah tersebut berhasil ditatanya sedemikian rupa sehingga rakyat menikmati kesejahteraan.

Setelah Jiang Shi meninggal dunia, Kaisar Han Ming-di segera menitahkan untuk membangun “Kuil Jiang Gong” untuk menyebarluaskan ajaran bakti, memperoleh penghormatan dan pemujaan dari penduduk setempat generasi demi generasi. Hingga pada masa pemerintahan Kaisar Ning-zong dari Dinasti Song (1168-1224) memberikan gelar padanya, sikap bakti mereka telah memberi teladan bagi semua orang dan negara.

Hari ini di kota kuno kecil Xiaoquan (sumber mata air bakti), Sichuan, masih berdiri kokoh Kuil Tri Bakti, meskipun diterpa berbagai cobaan, di dalamnya tersimpan banyak jejak rekam sejarah, sikap bakti Jiang Shi dan Pang Shi telah menggugah anak cucu Bangsa Tionghoa generasi demi generasi turun temurun.  

Jiang Shi yang mengerahkan segenap usaha untuk berbakti pada ibunda, dia amat penurut pada ibundanya, seperti apa yang dikatakan bahwa “segala yang disukai ibunda, berusaha untuk memenuhinya; segala apa yang tidak disukai ibunda, segera disingkirkan”.  Marilah kita benar-benar memahami kebenaran sejati  “Berbakti merupakan kebajikan yang terutama dari segala kebajikan”, dan sikap bakti dari Jiang Shi dan Pang Shi adalah sulit ditemukan dan sungguh bernilai! Berbakti pada mertua sendiri tanpa keluhan, ketika suami sendiri mengusirnya dari rumah, saat rasa malu memenuhi dirinya, masih dapat memikirkan mertuanya, memikirkan keluarga sendiri, masih tetap menggunakan jerih payah sendiri untuk menenun kain dan memberi apa yang terbaik buat mertuanya, dengan menggunakan kasih sayang yang tulus berhasil menggugah mertuanya, mempertahankan keharmonisan dan kebahagiaan keluarga, dengan bakti yang tulus, bagaimana mungkin takkan mengharukan Langit dan Bumi!






姜詩出婦


(二)

龐氏借用大媽的織布機日夜紡紗織布,將布疋賣去賺得了一些錢財。然後去街市買回好吃的,讓鄰居大媽送回家中給婆婆食用,並且叮囑鄰居大媽說是大媽自己的。鄰居大媽每天都給姜母送去好吃的,日子一久,姜母便感奇怪,追問究竟,大媽終於道出了實情。得知真相後,姜母心中頗感慚愧, 懊悔之心油然而生,便囑託兒子將媳婦接回家。

這一天,陽光明媚,風和日麗。龐氏打扮得整整齊齊,姜詩將其迎歸家中,婆婆喜笑顏開,孩子更是蹦蹦跳跳,煞是歡喜。鄰里鄉親看在眼裡,真是羡慕萬分。打這以後,姜詩夫婦孝順母親更加盡心,又恢復了往日的幸福安樂。因為家事繁忙,有時孩子便也替母親去江中取水。哪知「天有不測風雲,人有旦夕禍福」,兒子在一次取水的時候,江裡突發大水,溺水身亡。姜詩夫婦,心如刀割,悲痛萬分。然而面對白髮老母,卻又不得不強顏歡笑,不敢提起此事,生怕老母承受不起。姜母問起孫兒,便說外出求學,暫時不能回家,龐氏外出取水如故。

日子一天天過去,姜母懮心歲月不多,常常思念吃魚,雖然家中貧寒,但姜詩夫婦更加地辛勤勞作,將所有積蓄用來買魚孝敬姜母。姜母惦念鄰居大媽,於是夫婦二人常請大媽一起過來吃魚,好讓母親開心。

一天夜裡,狂風大作,雷電交加,下了一夜的雨。第二天,龐氏起來經過院子,突然驚奇地發現地上有一個桶大的窟窿,正汩汩地往外湧著泉水,順著牆角流出了院外。在泉眼旁邊,有兩條活蹦亂跳的鯉魚。龐氏喜出望外,又嘗了嘗泉水,跟六七里外的江水一個味。也許是他們的孝心感動了天地,從此,每天早上都會從泉眼裡躍出兩條肥大的鯉魚,供給姜詩夫婦做成佳餚來孝養母親。不久,姜母的眼疾也康復如初了。
                      
當時,社會發生動亂,農民起義也頻頻發生。赤眉軍路過汛鄉,帶隊的頭領聽聞了姜詩夫婦的孝行,不禁敬畏地說道:「大家別亂來,驚動了大孝之人,必然觸怒老天爺,那就不吉利了!」於是,還將隨身攜帶的米麵糧食,悄悄放在姜詩家門口。姜詩夫婦認為這是不義之財,就將其掩埋了。這樣,在社會動亂,到處燒殺搶掠的年代裡,姜詩居住的汛鄉居然沒有受到戰亂的騷擾。

當時,社會推行「舉孝廉」的選官制度,姜詩就被推舉做了孝廉。姜詩夫婦的孝行又傳到了皇帝那裡,皇帝也深深為之感動,便頒佈詔書,封姜詩做了郎中,龐氏不久後又為姜家生了個兒子,一家老少和樂地生活在一起。後來,姜詩調到江陽做縣令,將這個地方治理得井井有條,人民安居樂業。

姜詩死了之後,漢明帝下詔為其立祀,彰揚這一門三孝,修建了「姜公祠」,世世代代受到當地老百姓的敬仰和祭祀。到宋代崇寧宗時,被賜為「東雙至孝廣文王」,他們的孝行教育人們要有孝敬父母,忠於家園的美好品德。

在今天的四川孝泉古鎮,依然屹立著「三孝祠」,幾經興廢,保存著許多歷史古跡,姜詩夫婦的孝行感召了一代又一代華夏子孫。姜詩盡心孝養母親,首順其心,真所謂「親所好,力為俱;親所惡,謹為去。」讓我們真正懂得「百善孝為先」的真義。而姜詩妻龐氏的孝更難能可貴!孝順自己的婆婆無怨無悔,在丈夫將自己趕出家門,滿心委屈的時候,還能念著婆婆,想著自己的家庭,依然用辛勤紡織來盡心奉養婆婆,以自己至誠的真愛感動了婆婆,維繫了家庭的和樂與幸福,這至情孝心,天地神明怎麼會不被感動呢!