Selasa, 28 Oktober 2014

Zeng Shen Membina Batin



Cerita Budi Pekerti

Zeng Shen Membina Batin

Zeng Shen atau Zeng-zi (505-435 SM), merupakan salah seorang murid Konfusius. Zeng-zi merupakan penduduk Negeri Lu yang hidup pada masa Dinasti Zhou periode Chunqiu (periode semi dan gugur yang berlangsung pada 770-476 SM). Zeng-zi bersama ayahandanya merupakan murid Konfusius yang berbakat. Zeng-zi sangat berbakti pada ayahbundanya, terutama dia sangat mematuhi kehendak ayahbundanya, selain itu dia juga memelihara batin ayahbundanya agar senantiasa melangkah di jalan yang benar, sehingga mendapat pujian dari generasi demi generasi dan merupakan contoh teladan yang patut diikuti.

Dalam kehidupan keseharian, setiap tiba waktu makan, Zeng-zi akan mengamati dengan seksama dan penuh perhatian pada hidangan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh ayahbundanya, selera dan kebiasaannya, bahkan mengingat jenis-jenis makanan yang disukai ayahbunda. Maka itu sehari tiga kali, Zeng-zi mampu menyajikan hidangan makanan yang disukai ayahbunda dengan menu yang lezat dan berselera.

Ayahanda Zeng-zi pernah mendapatkan sedikit pelatihan tentang ajaran para insan suci dan bijak, dalam kebiasaan beliau juga suka berbuat baik dan beramal, menolong tetangga dan penduduk dusun yang tidak mampu. Terhadap kebiasaan ayahandanya, Zeng-zi juga mengukirnya di dalam hati, maka itu, setiap kali ketika ayahbunda selesai makan, dengan sikap penuh hormat dia akan memohon bimbingan pada ayahbunda, sisa sayur sajian kali ini sebaiknya diantar kepada siapa.

Di dalam benak Zeng-zi, setiap saat yang terpikir olehnya adalah keperluan ayahbunda, apa yang disukai ayahbunda, dia akan selalu menyimpannya di dalam hatinya, supaya setiap saat dapat mewujudkan harapan ayahbunda. Ayahanda biasanya suka makan biji-bijian, maka Zeng-zi akan keluar mencari lebih banyak biji-bijian untuk dibawa pulang buat sang ayah. Setelah ayahandanya meninggal dunia, dia senantiasa terkenang akan ayahnya, dalam hatinya sungguh pilu.

Suatu hari Zeng-zi naik ke gunung mencari kayu bakar, meninggalkan ibundanya seorang diri di rumah. Tanpa diduga rumahnya kedatangan tamu. Sesaat ibundanya tidak tahu harus bagaimana, mengkhawatirkan bila tamunya menunggu kelamaan sehingga kehilangan tata krama, sehingga dia merasa sangat panik dan mendesak, lalu dengan sekuat tenaga dia menggigit jari telunjuknya, berharap agar putranya yang sedang berada di gunung dapat ikut merasakan kesakitannya dan segera pulang. Ternyata benar, hati ibu dan anak saling terjalin. Zeng-zi yang sedang berada di gunung membelah kayu, mendadak merasa hatinya kesakitan bagaikan tersayat, seketika dia teringat akan ibundanya seorang diri di rumah, maka itu dia segera memikul kayu bakar di pundaknya dan cepat-cepat pulang ke rumah.

Lagi, pernah suatu kali istri Zeng-zi menghidangkan buah pir yang masih matang untuk dimakan ibundanya, melihat hal ini Zeng-zi jadi begitu marah, sehingga menceraikan istrinya. Sejak itu Zeng-zi tidak menikah lagi, melalui ucapan sendiri lalu diwujudkan dalam tindakan nyata, dengan cara ini dia mendidik putranya Zeng Yuan, sejak kecil sudah dididik dengan baik, sehingga kelak dia menjadi insan bijak dan berguna.

Setelah Zeng Yuan tumbuh dewasa, oleh karena merindukan ibundanya, memohon pada ayahandanya agar memperbolehkan dirinya menjemput ibundanya pulang rumah, tetapi malah ditolak Zeng-zi, dia memberitahukan putranya : “Sepanjang hidup manusia yang paling penting adalah budi pekertinya dan landasan budi pekerti terletak pada ajaran bakti. Seorang wanita yang telah menikah ke dalam keluarga suaminya, yang paling penting adalah dapat mencurahkan perhatian baik bagi yang lebih tua maupun yang lebih muda, yakni dapat berbakti pada mertua dan mendidik anak serta mendukung suaminya”.

Dapat dilihat bahwa betapa Zeng-zi sangat menjunjung tinggi ajaran bakti. Dia menilai istrinya, hanya mengurusi sebutir buah pir saja tidak becus, bagaimana mungkin dapat memikul tanggung jawab keluarga? Bagaimana dapat menunaikan kewajiban sebagai menantu, seorang ibunda dan istri? Perilakunya ini akan membawa kerugian pada tata krama keluarga, juga akan membawa dampak buruk bagi anak cucu generasi berikutnya. Maka itu perpisahan dengan istrinya juga merupakan hal yang terpaksa. Mendengar ucapan ayahnya, Zeng Yuan merenungkannya dengan mendalam, dengan sendirinya juga memahami dan menyetujui sudut pandang sang ayah.

Dan lagi pernah suatu kali, Zeng-zi melewati sebuah tempat yang bernama “Shengmu (mengalahkan ibunda)”, dia menghindari tempat tersebut hanya karena nama yang digunakannya, tidak sudi menginjakkan kaki di tempat tersebut.  

Konfusius (seorang ahli filsafat yang hidup pada tahun 551-479 SM) mengetahui bahwa Zeng-zi adalah putra yang berbakti, maka itu menurunkan ajaran bakti kepadanya. Di dalam Xiao Jing (klasik tentang ajaran bakti, salah satu dari 13 klasik Konfusianisme), Konfusius dan Zeng-zi menggunakan bentuk tanya jawab untuk menjelaskan tentang ajaran bakti. Konfusius berpesan pada Zeng-zi agar menyebarluaskan ajaran bakti. Dari sini dapat diketahui bahwa : Hati dan sikap bakti Zeng-zi bukanlah seperti sebagian orang pada umumnya.

Zeng-zi bukan hanya mencurahkan perhatian dalam menjaga ayahbundanya, namun dalam keseharian, dalam ucapan dan perilakunya, juga sangat bermawas diri, hanya takut menyia-nyiakan budi ayahbunda yang telah membesarkannya, khawatir jika perilaku diri sendiri tidak baik dan membuat ayahbunda merasa malu.

Bersamaan itu pula, dia juga sangat menaruh perhatian bagaimana mendidik murid-muridnya, setiap saat memberi teladan dalam bentuk tindakan nyata. Maka itu muridnya yang bernama Zi Si mewarisi semangatnya untuk membina batin, sehingga menjadi seorang insan bijak, di kemudian hari muridnya yang bernama Mencius menjadi Ya Sheng (orang suci kedua setelah Confucius).

Sepanjang hidupnya Zeng-zi mengamalkan ajaran Konfusius, menfokuskan diri dalam ajaran bakti, juga menggunakan pengamalannya sepanjang hidup untuk memberitahukan pada kita, bagaimana mematuhi ayahbunda, bagaimana menerapkan ajaran bakti dalam hidup keseharian. Dia bukan hanya telah mengamalkan “berbakti pada ayahbunda dan menyayangi saudara-saudaranya”, bahkan telah mewujudkan “mawas diri dan dapat dipercaya”, bahkan menyebarluaskan etika moral yang diajari Konfusius kepada generasi selanjutnya, membimbing murid-muridnya. Dan Xiao Jing (klasik tentang bakti) yang dia turunkan telah bertahan sejak ribuan tahun yang lampau hingga kini. Bahkan telah menciptakan berkah dan keberhasilan bagi banyak suku dan dinasti.

Hati setiap ayahbunda di dunia ini, adalah berharap supaya anak-anaknya dapat menjadi naga (anak laki-laki) dan burung phoenix (anak perempuan), berharap agar mereka dapat menggapai keberhasilan. Lalu, gelar dan pangkat bukanlah ukuran bagi keberhasilan, namun andaikata dapat mengecap pendidikan etika moral barulah disebut keberhasilan.             
  
  


曾參養志

曾子名「參」,字「子輿」,是周朝春秋時期魯國人。他與父親「曾點」都是孔老夫子的優秀學生。曾子非常孝敬他的父母,尤其是他順承親意,養父母之志的孝行,成為了後世普遍贊美和傚彷的典範。

在日常生活中,每到吃飯的時候,曾子一定都會細心觀察和體會父母的飲食口味與習慣,並將父母最喜歡吃的食物牢牢記在心裡。因此,一日三餐,曾子總能準備出父母最愛吃而又很豐盛的菜餚。

父親曾點深受聖賢教誨的熏陶,平常樂善好施,經常接濟貧困的鄰里鄉親。對於父親的這個習慣,曾子也同樣銘記在心,所以,每次父母用過飯後,他都會畢恭畢敬地向父親請示,這一次餘下的飯菜該送給誰。

在曾子的心中,時刻想到的都是父母的需要,父母所喜愛的一切事物,他也都會放在自己的心裡,以便隨時可以滿足父母的心願。父親平時很喜歡吃羊棗,曾子就會在外出時儘量給父親多帶回一些。待父親過世之後,曾子睹物思情,看到羊棗,他就想到父親在世的情景,心中不免勾起無限的傷痛。所以從那以後,他就再也不忍吃羊棗了。

有一次,曾子到山裡頭去砍柴,只有母親在家。不巧家裡突然來了客人。母親一時不知所措,惟恐因待客不周而失禮,情急之下,她就用力咬了自己的指頭,希望曾子在山裡頭心能有所感應,趕快回家。果然,母子連心,曾子正在山中砍柴,忽然感覺一陣心痛,他馬上就想到了母親,於是,就趕緊背著木柴趕回家中。

還有一次,曾子的妻子蒸梨給年邁的婆婆吃。當時梨蒸得還不熟,她就端給婆婆吃。曾子看了非常生氣,也很懊惱,就把妻子休出家門。從此,曾子父兼母職,也沒有再娶,通過自己的言傳身教,把兒子「曾元」從小就教得非常好,使他後來也成為了賢達之人。

曾元在他長大成人之後,曾因為思念自己的母親,向父親請求是否可以把母親接回來住,但是曾子並未答應。他告訴兒子說:人一生最重要的無過於他的德行,而德行的根本在於孝道。一個女子嫁到丈夫家,最重要的是要使這個家能夠承上啟下,也就是能孝敬公婆,教導子女,輔佐丈夫。

由此可見,曾子極其重視孝道。他認為妻子連蒸梨這種小事都處理不好,又怎能承擔起整個家庭的責任?怎能盡到一個兒媳、母親和妻子的本分?如此身教會有損於家風,導致家門不修,也會影響到後世子孫。所以與妻子分離也實在是不得已之舉。曾元聽到父親這番意義深遠的話語,自然也理智地認同了父親的看法。

又有一次,曾子路過一個叫「勝母」的地方,他很避諱這個名字,所以就不肯踏入這個地方。

孔夫子知道曾子是一個孝子,所以將「孝道」的學問傳述給他。在《孝經》當中,夫子與曾子以一問一答的形式,把孝道表露開解無遺。他囑託曾子一定要把孝道發揚光大。由此可知:曾子的為人和孝心孝行非同一般常人。

曾子不但對於奉養父母的身體非常的重視,即使在日常生活、言語行為當中,也非常的謹慎,惟恐有辱父母養育之恩,擔心因為自己表現不好而使父母蒙羞。

同時,他更非常留意如何教導自己的學生,時刻以自己的修身來做學生們良好的行為典範。所以,他的學生「子思」繼承了他「養志」的精神,不僅使自己成為了賢人,他的學生「孟子」後來則成為「亞聖」。

曾子一生秉承孔夫子的教誨,依教奉行,專心致力於孝道,也用自己一生的行持來告訴我們,如何順承親意,如何將孝道落實在日常生活當中。他不但做到了「入則孝,出則悌」,還做到了「謹而信」,並且把夫子所教的這些德行流傳於後世,培育他的學生。而由他所傳述的《孝經》,也流傳千古,直至今日。其間不知造福和成就了多少的家族與朝代。

縱觀天下父母之心,都是希望自己的孩子能夠成龍成鳳,希望他們能有所成就。然而,成就「功名利祿」並不算真有成就,而成就「道德學問」纔算真有成就。