Minggu, 12 Oktober 2014

Tian Zhen Dan Pohon Zi Jing 01



Cerita Budi Pekerti

Tian Zhen Dan Pohon Zi Jing

Bagian 1 
    
Pada masa Dinasti Sui ada sebuah keluarga bermarga Tian, di dalamnya terdapat tiga bersaudara yakni Tian Zhen, Tian Qing dan Tian Guang. Sejak mereka masing-masing telah berkeluarga, tiga bersaudara ini sudah terpikir untuk membagi harta warisan dan menjalani kehidupan masing-masing, maka itu mereka memutuskan untuk membagi harta warisan menjadi tiga bagian.

Setelah dilakukan pembagian akhirnya masih tersisa sebatang Pohon Zi Jing di halaman rumah yang sedang bermekaran bunga berwarna merah dan ungu, selama berpuluh-puluh tahun pohon ini senantiasa berbunga indah, seakan-akan memperlihatkan kejayaan yang dialami oleh keluarga ini. Satu generasi demi satu generasi anak cucu Keluarga Tian, pohon tersebut menjadi saksi bisu bagi pertumbuhan mereka hingga menjadi dewasa. Mereka hidup dan menikmati kesenangan di atas bidang tanah ini, dan telah melewati beberapa generasi. Pohon tua ini telah menyimpan banyak kisah dan kenangan yang tiada ujungnya.  

Sebagai abang sulung, Tian Zhen mengeluh : “Seberapa panjang sejarah Keluarga Tian maka seberapa tua pula Pohon Zi Jing”.

Namun Tian Qing memiliki pendapat berbeda : “Harta warisan kita sudah dibagi, menyisakan pohon ini juga tiada gunanya lagi, lebih baik kita juga membaginya”.

Si bungsu Tian Guang mengangguk tanda setuju : “Betul, kulit dan batang Pohon Zi Jing dapat dijadikan ramuan obat, sebaiknya kita segera menebangnya, dibagi secara adil, masih bisa dijual dengan harga lumayan. Lagi pula, setelah kita bagi harta, masing-masing harus memikirkan masa depan sendiri, siapa yang sudi merawat pohon ini lagi?”

Tian Zhen segera menyahut : “Tidak boleh, tidak boleh. Bagaimana kita tega melukai pohon berbunga indah dan dedaunan yang rimbun ini? Kesegaran bunganya telah mengiringi kejayaan generasi demi generasi Keluarga Tian. Memandangi pohon ini, hati siapa yang takkan timbul perasaan kagum dan memuji semangat hidup yang dimilikinya? Seberapa besar kejayaan keluarga maka seberapa indah pula Pohon Zi Jing akan berbunga. Ini adalah bukti kemakmuran keluarga kita, bagaimana boleh begitu tega melukainya?”

Tian Qing membantah : “Abang, janganlah anda jadi konyol, siapa lagi yang akan memperhatikan pohon uzur ini? Andaikata anda memang tak sudi, maka biarlah saya dan adik bungsu yang membaginya”.

Melihat sikap kedua adiknya bersikeras maka sebagai abang sulung juga tak berdaya, akhirnya mereka bertiga memutuskan keesokan harinya untuk membelah Pohon Zi Jing menjadi tiga bagian. Tian Zhen jadi terkenang akan masa lalu yang manis di rumah bersama pohon tua yang rimbun ini, hatinya merasa sangat tersayat, namun juga tak berdaya.

Hari berikutnya, Pohon Zi Jing yang semula indah dan rindang, dalam sekejab mendadak menjadi layu dan mati. Dahan pohon yang semula kuat dan kokoh kini telah menjadi gundul dan tak berdaun. Pohon Zi Jing yang telah layu mengundang kepanikan dan wajah pucat setiap insan yang melihatnya, mereka jadi bertanya dalam hati : “Mungkinkah Pohon Zi Jing juga turut berduka hingga kehilangan semangat hidup, mengetahui bahwa dirinya akan dibelah menjadi tiga bagian, karena itu terlebih dulu mengakhiri hidup sendiri?”

Melihat situasi ini tiga bersaudara menjadi sangat terkejut, saat itu mereka mulai menyesali perbuatan mereka : “Mengapa jalinan persaudaraan yang seharusnya bagaikan kaki dan tangan ini harus berpisah? Hingga pohon juga tahu berduka, hingga pohon juga tahu menitikkan air mata, hingga pohon juga tak ingin hidup lagi. Rencana kemarin untuk menebangnya membuat tiga bersaudara merasa amat sedih dan malu.

Abang sulung membuka pembicaraan : “Dahan dan ranting pohon semula rindang, gara-gara kita merencanakan untuk membaginya menjadi tiga bagian, sehingga dia jadi begitu bersedih hati, ternyata kita lebih tak layak dibandingkan dengan sebatang pohon!”

Tian Qing yang telah menyaksikan situasi ini, sangat menyesal dan berkata : “Ketika kita masih kecil, kita makan dan tinggal bersama. Menjalani kehidupan dimana saat berada bersama ayahbunda, mengenang masa-masa bahagia itu sungguh membuat setiap insan merindukannya”.

Adik sulung juga berkata dengan suara terisak : “Kini ayahbunda sudah tiada, kita bersaudara merupakan orang yang paling dekat, andaikata kita tidak sudi bersatu dan saling menyayangi, maka ayahbunda di surga setiap hari pasti akan mengalirkan air mata, pasti akan lebih bersedih daripada Pohon Zi Jing ini”.

Tian Zhen berkata : “Mengapa kita tidak dapat meneruskan kehidupan seperti dulu? Kita berasal dari kandungan yang sama, jika ingin sukses maka harus mempersatukan kekuatan dan bekerjasama, tinggal bersama dengan harmonis dan menyatukan hati kita”.

Ketiga saudara menyatukan tiga tangan mereka. Mereka membakar surat pembagian harta di bawah Pohon Zi Jing, memutuskan untuk berlayar bersama dalam satu kapal. Tinggal serumah dan menjalani kehidupan bersama dengan bahagia. Tiga bersaudara memanjatkan doa berterimakasih pada leluhur yang telah meninggalkan Pohon Zi Jing yang telah memberi pelajaran bernilai pada mereka

Hari kedua, kala mentari terbit di ufuk timur, saat si bungsu membuka jendela memandang keluar, dia jadi terkejut dan berteriak : “Abang, abang, cepatlah lihat, daun-daun menghijau, Pohon Zi Jing menjadi tegak kembali”. Burung kecil yang mendengar teriakannya, tanpa sadar juga menoleh ke arah Pohon Zi Jing yang dipenuhi oleh daun-daun rindang menghijau. Kedua abang yang terkejut mendengar teriakan adiknya juga menjulurkan kepalanya keluar jendela, kecemerlangan Pohon Zi Jing membuat sepasang mata mereka jadi terpana..........

Sejak itu, ketiga bersaudara saling menyayangi, saling mendukung dan saling membantu, takkan mengungkit lagi pembagian harta warisan. Pohon Zi Jing yang indah juga rimbun seperti sedia kala, bagaikan keluarga yang bersatu kembali ini, yang setiap saatnya melangkah menuju kejayaan, penuh dengan semangat hidup.

“Keharmonisan” adalah yang paling berharga, andaikata organ-organ dalam tubuh manusia tidak lagi dapat harmonis dan bekerjasama, maka tubuh akan segera jatuh sakit. Demikian pula dengan penduduk menyatukan hati negeri berjaya selamanya. Pepatah mengatakan : “Keluarga harmonis segala hal berjaya”, betapa pentingnya keharmonisan itu! Sesama saudara bagaikan dahan dan ranting pohon, selamanya menyatu dan tak terpisahkan, hanya dengan harmonis dan tinggal bersama, maka daun pohon akan tumbuh rindang dan memberikan kesejukan. Bila sebaliknya saling bertentangan maka pohon akan mengalami luka.





田真嘆荊


(一)

隋朝時代有一戶田氏人家,住著田真、田慶和田廣三兄弟。自他們分別成家之後,兄弟三人就想要各自發展,所以他們就決定要分家,把家產分成了三分。 

分到最後,只剩下庭院中,那棵遍滿紫紅色花朵的紫荊樹了,幾十年來,她一直是欣欣向榮,象徵著這個家庭的興旺。一代又一代的田氏子孫,就是在紫荊樹,默默的俯視中,成長起來的。他們和樂融融地在這塊土地上,生活了好多代人。老樹蘊涵著人們不盡的追憶和緬懷。 

哥哥田真嘆息著說道:田家的歷史有多長,紫荊樹就有多老。 

田慶不以為然地說:我們家產都分完了,留著這棵樹也沒什麼用了,不如也把它給分了。 

幼弟田廣精打細算地說:有理有理,紫荊樹的樹皮和木材都可以入藥,我們乾脆直接把它砍掉,一人分一份,還能賣個好價錢呢。再說,我們分了家之後,都要各奔前程,誰還顧得上照顧它啊? 

田真說:使不得,使不得。我們怎麼忍心傷害這些美麗的花朵,和潤澤的葉子呢?它鮮活的生命力,伴隨著一代又一代人的成長。眼見那翠綠的色澤,誰不發自內心地,贊美它的生命?家族有多興旺,紫荊樹就有多美。這是我們家族繁盛的見證,怎能如此傷害於它呢? 

田慶說:哥哥您別犯傻了,誰還會注意到這棵老樹?您要是不肯,那我就和弟弟對半分了。 

兩位弟弟那樣堅持,哥哥也愛莫能助,於是他們決定將紫荊樹砍成三段。田真仰望著昔日的故宅,和茂盛的老樹,內心十分地傷感,但也無可奈何。 

隔天,原本茂盛挺拔的紫荊樹,一夕之間突然全部枯萎雕零。原本壯碩挺直的枝幹,翠色可人的葉子,頃刻間仿佛成為枯死的紫荊,看到的人無不大驚失色,疑惑地想到:難道紫荊樹也傷心欲絕,知道自己的生命將被截成三段,不如先自行了斷吧。 

三兄弟見到這個情形,首先大吃一驚,此時開始痛切地懺悔:為什麼手足之情要這樣分離?連樹都覺得傷心,連樹都為之涕泣,連樹都不想再活下去。昨天熱火朝天的砍斫計劃,一時間令兩位弟弟感到萬分地沮喪羞愧。 

哥哥神情肅穆地說:樹木原本就是同氣連枝的,正是因為聽說將要被砍成三段,它們纔會如此悲傷,我們人竟然連樹木都不如啊! 

田慶看到這番景象,非常有體悟,他追悔不已地說:當我們還非常小的時候,我們同吃同住,同出同息。那種在父母身旁承歡膝下、同舟共濟的幸福生活,現在想起來還那麼令人懷念。 

弟弟傷感地說:現在父母都不在了,我們兄弟就是最親最親的人了,如果連我們都不肯團結友愛的話,那父母在天之靈一定會天天流眼淚,一定會比紫荊樹還要傷心的。 

田真說:我們為什麼不能繼續從前的生活呢?「三人同心,其利斷金」。我們是同一個生命共同體,要想重振家業,就要通力合作,和睦共處,團結一心 。 

兄弟三個人的手緊緊地握在了一起。他們把分家的契約,在紫荊樹面前一同燒毀,決定繼續同舟共濟,共同經營幸福的生活。兄弟三人默默地祝禱著,感恩祖先留下的這棵紫荊樹,示現了及時的枯萎,讓他們深深體會到,連樹木都有真情,難道人連樹木都不如嗎? 

第二天,當太陽早早地爬上枝頭的時候,弟弟打開窗戶時,驚訝地喊了起來:哥哥,哥哥,快來看看,葉子綠了,紫荊樹的頭抬起來了,葉子變綠了。 

鳥兒聽到他的叫聲,也不由自主地朝著紫荊樹那片綠油油的枝頭望去。兩位哥哥驚訝地探出了頭,紫荊花那片殷紅的色彩,濕潤了他們的眼睛…… 

從此之後,他們兄弟更加友愛,他們相互扶持,相互幫助,再也不提分家分財產的事情了。美麗的紫荊樹,也繁茂如初,就像這個團結如故的家庭一樣,欣欣向榮,充滿無限生機。 

「和」為貴。人體各個器官如果不能諧同配合,身體必遭病魔的侵襲;團體不和睦,必定迅速瓦解;國家上下不團結,則很難牴禦外敵的入侵。俗話說,「家和萬事興」,和睦何其重要!兄弟是同氣連枝的生命共同體,就像樹枝樹幹一樣不可分離,只有和諧共處,纔能繁茂興盛。彼此之間如果產生對立和嫌隙,整棵樹都會受到傷害。