Selasa, 02 Desember 2014

Jing Ni Menegur Pohon Locust



Cerita Budi Pekerti

Jing Ni Menegur Pohon Locust


Pada masa Dinasti Zhou, di Negara Qi terdapat seorang raja yang bernama Jing-gong, dia memiliki sebatang pohon kesayangan yakni Pohon Locust (Sophora japonica), untuk melindungi pohonnya ini dari kejadian yang tidak diinginkan, Qi Jing-gong khusus menempatkan pengawal untuk menjaganya, berpesan agar jangan sampai ada orang yang datang melukainya, lalu juga berpesan agar mereka memasang papan tulisan di bawah pohon yang bunyinya : “Orang yang berbuat salah pada Pohon Locust akan dihukum, yang berani melukainya akan dihukum mati”. 

Orang-orang yang melihat raja menyayangi pohonnya sedemikian rupa, memandang berat nyawa pohon melebihi nyawa manusia, dalam hati mereka ada rasa ketidakadilan, tetapi juga tidak berani berkata sepatah kata apapun. Yan-gong adalah pejabat yang diutus untuk menjaga Pohon Locust, melihat prilaku raja yang sedemikian, meskipun ekspresinya tidak mengatakan apa-apa, namun di dalam hatinya ada rasa ketidakadilan. 

Suatu hari Yan-gong meneguk arak dan mabuk, dalam kondisi mabuk dia melukai Pohon Locust. Setelah sadar barulah merasa sangat menyesal, raja begitu menyayangi pohon ini, bagaimana mungkin akan mengampuni dirinya.

Raja Qi Jing-gong setelah mengetahui hal ini rasa malunya berubah menjadi amarah besar, memukul meja dan berdiri, berkata : “Ini adalah akibat yang harus diterima bagi yang melawan perintahku”. Lalu dia mengutus orang untuk menangkap Yan-gong, bersiap-siap menjatuhkan hukuman padanya.

Kabar penangkapan segera tersebar sampai di rumah Yan-gong, seluruh keluarga merasa panik dan ketakutan. Yan-gong adalah orang istimewa yang khusus diutus raja untuk mengawal Pohon Locust, raja takut jika ada yang berani melukai Pohon Locust, maka itu sengaja mengutusnya untuk melindungi pohon tersebut, bahkan sengaja memasang papan peringatan sebagai pemberitahuan bagi semua orang. 

Tetapi siapa yang menyangka kini orang yang justru melanggarnya adalah Yan-gong, orang terpilih yang dipercayainya untuk menjaga pohon kesayangannya itu, bukankah ini namanya sudah tahu malah sengaja melanggarnya pula? Maka itu nyawa Yan-gong tidak mungkin ada kesempatan bisa lolos lagi, seluruh keluarganya menangis memilukan.

Pada saat itu putri Yan-gong yang bernama Jing Ni, melihat seluruh anggota keluarga menangis tersedu-sedu, meskipun dia sendiri juga merasa sangat cemas, namun dia tetap berusaha menenangkan diri dan mencari jalan keluar untuk menyelamatkan nyawa ayahnya. 

Jing Ni sejak kecil berpendidikan dan berkepribadian baik, mengerahkan segenap kemampuan untuk berbakti pada ayahbunda, karakternya lembut dan bijak, setelah berhasil mendapat jalan keluar dia segera bergerak sendiri pergi menemui Perdana Menteri Yan-zi.

Sampai di tempat tinggal Yan-zi, Jing Ni tahu bahwa dirinya dan perdana menteri belum pernah bertatap muka, bila baru pertama kali berjumpa langsung mengungkapkan maksud kedatangannya, dikhawatirkan tidak mudah terkabul, maka itu dia berpura-pura berkata pada pengawal penjaga gerbang rumah perdana menteri : “Hamba adalah putri dari sebuah keluarga yang tinggal di dekat pinggiran kota, berharap dapat berjumpa dengan perdana menteri. Hamba sudah pada usia menikah tapi belum juga menikah, takut menjalani penderitaan akibat nafsu cinta, semoga hamba diberi kesempatan menjadi selir perdana menteri, dapat selalu melayani perdana menteri, apakah keinginanku ini dapat terkabul?” 

Pengawal penjaga gerbang rumah segera menyampaikan hal ini kepada perdana menteri, Yan-zi tertawa terbahak-bahak : “Apakah saya, Yan Ying kelihatannya seperti tua-tua keladi? Kenapa tidak melalui perantara mak comblang, langsung mengajakku kawin lari?” Lalu Yan-zi juga berpikir, meskipun demikian, mengapa pula gadis itu ingin bertindak serupa ini, pasti ada alasannya, kemudian dia berpesan pada pengawal penjaga gerbang rumah untuk mempersilahkan Jing Ni masuk.

Jing Ni yang mengkhawatirkan keselamatan ayahandanya, seluruh wajahnya tampak risau. Dari kejauhan Yan-zi memperhatikannya, diam-diam berpikir : “Sungguh mengherankan, melihat raut wajahnya tampak kerisauan yang sangat mendalam”.

Jing Ni melakukan penghormatan pada Yan-zi, Yan-zi lalu bertanya padanya : “Apa yang sedang anda khawatirkan?”

Jing Ni mengetahui tentang moralitas Yan-zi, karena itu dia segera berlutut dan dengan tulus berkata pada Yan-zi : “Yang Mulia Perdana Menteri, masalahnya adalah begini, paduka raja demi sebatang Pohon Locust, menjatuhkan hukuman mati pada orang yang dituduh melukai pohon kesayangannya tersebut”.

“Ayah hamba ditugaskan untuk menjaga pohon tersebut, namun malah saat sedang mabuk merusak pohon tersebut, melawan titah raja, sehingga raja sangat murka, memerintahkan agar ayah ditangkap dan akan segera dieksekusi”.

“Tetapi hamba juga mendengar bahwa paduka raja yang bijak itu tidak sembarangan memberi anugerah jasa juga takkan sembarangan menjatuhkan hukuman pada orang lain, juga takkan menyimpan dendam pribadi, takkan melukai kaum lemah yang tak berdaya. Tetapi kini paduka raja malah demi sebatang Pohon Locust tersebut, hendak mencabut nyawa ayahku, sehingga hamba akan menjadi anak yatim piatu”. 

“Hamba mendengar bahwa ksatria sejati takkan menggunakan kekuatan untuk menekan orang lemah yang tak berdaya; paduka raja yang bijak dan welas asih, pasti takkan melawan kebenaran untuk memuaskan nafsu sendiri. Andaikata dalam tempat yang gelap gulita dapat membiarkan satu keluarga hidup dengan tenang, di tempat yang ramai dapat membiarkan orang berlaku benar, ini merupakan hal yang sulit. Jika tidak hati-hati maka akan melakukan kesalahan”. 

“Kini paduka raja menurunkan titahnya kepada rakyatnya, andaikata dapat membawa dampak yang baik bagi seluruh pelosok negeri, menjadi budaya yang baik bagi masyarakat, dapat membawa manfaat bagi generasi selanjutnya, maka hukuman mati bagi ayah tentunya merupakan sebuah keharusan, meskipun hamba juga ikut ditangkap dan dihukum, ini juga sudah semestinya”.

“Tetapi sekarang titah raja bukanlah demikian, demi sebatang pohon harus mencabut nyawa ayahku. Yang hamba takutkan adalah hal itu bukan saja dapat mengacaukan tata hukum yang mengutamakan kebenaran dan kejujuran, namun hal ini juga akan merusak reputasi paduka raja! Setelah para pemimpin negara-negara tetangga mendengar berita ini, mereka akan mengatakan bahwa raja kita pecinta pohon dan berhati kerdil, bagaimana ini boleh terjadi? Semoga perdana menteri mempertimbangkan ucapan hamba ini”.

Yan-zi merasa ucapan Jing Ni sungguh beralasan lalu berkata : “Saya akan menyampaikan apa yang telah kamu ucapkan kepada paduka raja”. Lalu mengutus pengawal untuk mengantar Jing Ni pulang rumah.

Keesokan paginya, Yan-zi mempergunakan kesempatan pada rapat pagi lalu berkata pada Jing-gong dengan bahasa yang halus untuk menyinggung tentang kesalahannya yang menjatuhkan hukuman gara-gara sebatang pohon. Jing-gong jadi menyadari kesilapannya, lalu berkata : “Andaikata tidak ada anda, pejabat tinggiku, sehingga beta tak terhindar dari melakukan kesalahan. Berkat nasehatmu sehingga penduduk negeri dapat menikmati berkah, beta sudi menerima usulan darimu”. 

Setelah rapat bubar, Yan-zi segera memerintahkan pejabat terkait untuk berhenti dari tugas menjaga dan melindungi pohon, melepaskan papan peringatan, menghapus undang-undang yang menghukum orang yang melukai pohon tersebut, melepaskan Yan-gong dari penjara, dan juga berhasil menyelamatkan nyawa Yan-gong. 

Meskipun Jing Ni hanyalah seorang gadis biasa, namun dia dapat menenangkan diri dan mencari jalan keluar di saat ayahnya berada dalam ancaman bahaya, dengan kebijaksanaanya dia pergi mencari Yan-zi, bahkan menjabarkan dengan jelas keseluruhan permasalahannya dan bahaya yang akan dihadapi, sehingga Yan-zi dapat mengajukan permohonan pada raja untuk menghapus hukuman bagi Yan-gong, bukan hanya berhasil menyelamatkan nyawa Yan-gong, namun juga dapat menghapus undang-undang yang tidak benar, sehingga terhindar dari kejadian raja yang membunuh orang demi sebatang pohon, yang akan mengundang ketidakpuasan dari rakyat banyak. Hal ini bukan hanya telah membawa manfaat bagi Jing Ni sekeluarga, namun juga telah membawa manfaat bagi Negeri Qi secara keseluruhan, dapat dilihat betapa bijaknya Jing Ni.





女婧諫槐


周朝時期,齊國的景公有一棵特別喜愛的槐樹,為了保護這棵槐樹不受侵害,齊景公特意派了人來看守它,並下令不許有人傷害它,讓人在樹下立了一塊牌子,上面寫道:「犯槐者刑,傷槐者死」。

眾人看到君王愛樹竟到這等地步,重樹的生命超過了人的性命,內心雖有不平,但也不敢說什麼。

衍公是被派去看守保護槐樹的官吏,看到君王的這個做法,雖然表面也沒表示什麼,但內心也有所不平。

有一天,衍公喝醉了酒,借著酒勁,竟侵犯了槐樹。等到酒醒之後,已是後悔不及,君王如此愛樹,哪能饒了自己?

齊景公得知後惱羞成怒,拍案而起,說道:「這是首先違抗我命令的人。」於是立刻派人將衍公拘捕,準備加罪判刑。

消息傳到了衍公的家中,一家人十分恐慌。衍公是被君王特意派去看守槐樹的,君王因擔心有人會傷害槐樹,這纔派他去看守,並且立了警示牌以告眾人。誰料想,如今第一個冒犯槐樹的人,竟會是看守槐樹的衍公,這不是知法犯法麼?思來想去,似乎衍公的生命已沒有迴旋的餘地,不由得一家人悲痛哭泣。

此時,看著一家人亂了陣腳,哭聲一片,衍公的一個女兒名叫婧,心中雖也懮慮萬分,卻靜靜思維著如何解救父親。

婧女自小知書達理,奉侍父母盡心盡力,性格溫和又有智慧,細細思索一番,便立刻動身,獨自前往相國府去拜見宰相晏子。

到了晏子的府第,婧女自知與宰相不相識,想要面見直陳此事怕是不易,便假意說道:「靠近城邊居住的民家小女子,希望能有幸拜見相國。小女已過婚齡,但仍未出嫁,不勝情欲之苦,願充當相國侍妾的後列,能經常服侍相國,不知可否?」

家臣一聽,便向晏子報告此事,晏子聽了笑著說:「我晏嬰難道是一個好色之人嗎?為什麼不經過納聘擇吉的禮儀,就要私奔於我呢?」然而,晏子又想,事雖如此,但她這樣做,必然也是有緣故的,便讓家臣請婧女進來。

婧女內心擔懮著父親的生命,一臉的懮愁。晏子遠遠看到她,暗自思忖:「真奇怪,看她的神情,似乎有很深的懮慮。」

婧女拜見了晏子,起來後,晏子便問道:「你有什麼懮慮嗎?」

婧女深知晏子的德行,便跪了下來,懇切地對晏子說道:

「宰相大人,事情是這樣的:國君為了一棵心愛的槐樹,明懸禁令,說侵犯它要受重罰,傷害它要處死刑。

「臣妾的父親被派往看守,卻在酒醉之後侵犯了槐樹,違反了君王命令,君王於是大怒,已下令拘捕父親了,眼看著就要判刑。

「可臣妾聽說,英明的君主不會濫加賞賜,也不會亂施刑罰,更不會假公以泄私憤,不為禽獸傷害人民,不為草木傷害禽獸,不為野草傷害禾苗。可君王如今卻為了一棵槐樹,就要殺死家父,使臣妾變成無父的孤兒。

「命令雖施於一人,卻是通行於全國,臣妾聽聞,真正的勇士,絕不仗著眾強去欺凌孤寡;英明慈惠的君主,決不違背正道以滿足私欲。假使在漆黑無光的地方讓人相親以居,熱鬧的市場上卻教人正襟端坐,這都是十分難為的事。不小心恐怕就要犯了過失。

「現在,國君向人民頒佈的命令,假使能推行於全國,化民成俗,可以利益後世,那家父被處死刑也是當然,就是臣妾受連坐而被拘捕,也是罪有應得。

「然而,現在的禁令卻不是這樣,為一棵樹木卻要使我父親失去性命。臣妾生怕這樣,不僅會傷害到廉潔的吏法,還會傷到明君的清譽啊!一旦鄰國諸侯聽說此事,都說我君愛樹而賤人,這怎麼可以呢?願相國明察小女所言,量情裁決。」

晏子一聽此言,覺得頗有道理,便向婧女說道:「我會代你向國君說明這一切的。」便派人將婧女送回了家。

第二天一早,晏子趁著早朝的機會,便向景公細細陳述瞭因槐樹而判人死刑之過。景公立刻醒悟了,說道:「如非大夫您提醒寡人,幾乎讓寡人犯下罪過,累及社稷宗廟還不自知啊!現既承您開導,實乃社稷的洪福,寡人接受您的建議就是了。」

晏子辭出朝庭後,命令有關的官員,停止了護守槐樹的差事,解下懸掛的木牌,廢止傷害槐樹的法律,釋放了衍公,保全了衍公的生命。

婧女雖為一介女子,然能在父親危難之際,保持理智,機智地接近晏子,並將事情的原委、危害一一向晏子分析清楚,使得晏子能向君王請求赦免衍公,不但挽救了衍公的性命,也除去了不當的法令,避免君王因樹殺人而產生的嚴重後患,這不僅利益婧女一家,還利益了整個齊國,可見婧女的智慧。